Tekken adalah salah satu game 3D fighting yang paling populer semenjak kemunculannya di konsol Playstation lebih dari satu dekade lalu. Karakter-karakter seperti Jin, Heihachi, Kazuya, sampai Paul telah menjadi nama-nama yang dikenal hampir semua gamer sebagaimana nama Ryu, Ken, Sub-zero, Kyo, dan banyak karakter game fighting populer lainnya. Mengingat Tekken telah mencapai serial keenamnya (tanpa memperhitungkan beberapa entri yang tidak berkaitan dengan cerita seperti Tekken Tag Tournament) maka tak heran kalau jalan cerita dan karakter di dalamnya sudah super njelimet dan super banyak. Toh dengan sejarah yang begitu panjang di dalamnya itu juga ada peluang menggali sebuah cerita darinya. Terciptalah Tekken: Blood Vengeance.
Tentu belum hilang kenangan pahit para gamer akan film live-action Tekken yang teramat buruk itu bukan? Sepertinya Bandai Namco mengerti kekecewaan para gamer dan lantas menciptakan game ini. Saya tahu kok kalau dalam banyak kesempatan wawancara pihak Bandai Namco menyatakan bahwa game ini tak ada hubungannya dengan film live-action yang gagal itu. Saya tidak percaya. Siapa sih yang tidak hati melihat karya kebanggaan mereka dizolimi sedemikian rupa dalam bentuk layar lebar? Jelas mereka berharap menebus dosa dalam film ini bukan? Talenta yang dikumpulkan tidak main-main. Selain memanggil penulis Dai Sato (dikenal di publik Amerika sebagai penulis Cowboy Bebop), animasi dalam film ini dikerjakan oleh Digital Frontier yang menggarap animasi untuk titel Tekken 5 dan Tekken 6. Lantas bagaimanakah hasilnya?
Film ini berpusat pada seorang karakter misterius bernama Shin Kamiya yang diperebutkan oleh G Corporation dan Mishima Zaibatsu. G Corporation di bawah pimpinan Kazuya ‘memaksa’ Ling Xiaoyu untuk masuk ke sekolah yang sama dengan Shin untuk menginvestigasi mengenai cowo satu ini. Saat Xiaoyu masuk, ia bertemu dan berteman dengan seorang gadis jelita dan polos bernama Alisa. Xiaoyu tidak sadar bahwa Alisa sebenarnya adalah seorang android yang dikirim oleh Jin Kazama juga untuk memonitor Shin. Xiaoyu dan Alisa yang menyadari bahwa keduanya diperalat oleh organisasi masing-masing malahan memutuskan untuk bekerja sama. Siapakah sebenarnya Shin Kamiya itu dan kenapa Jin maupun Kazuya sangat ingin mendapatkannya?
Jalan cerita yang ditulis oleh Dai Sato ini sungguh buruk dan busuk. Sulit percaya bahwa cerita ini lahir dari orang yang sama yang pernah menggarap Cowboy Bebop. Kesalahan, bagaimanapun juga, tak boleh dibebankan kepada Sato semata sebab memang Tekken dari sananya sudah memiliki jalan cerita yang buruk. Akui saja, Ogre, True Ogre, Devil Gene, dan segala jenis elemen fantasi lainnya membuat jalan cerita Tekken sangat absurd bukan? Film ini sebenarnya memulai kisah dengan baik dengan memusatkan fokus kepada Xiaoyu dan Alisa. Penyelidikan kedua anak sekolah ini mengenai identitas Shin ditambah dengan kehidupan sekolah memberikan film Blood Vengeance nuansa yang berbeda. Tone dalam film lantas mulai berubah menjadi penuh aksi begitu Alisa menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya dan benar-benar keluar kendali begitu memasuki babak terakhir. (SPOILER) Keluarga Mishima entah muncul dari mana begitu saja dan fokus film langsung beralih pada mereka melupakan kedua protagonis utama maupun sosok Shin yang sudah dibangun susah payah sepanjang film. Penonton pun merasa diliciki dengan penyelesaian identitas Shin yang begitu mengambang.
Tapi beberapa penonton tentunya datang menonton Blood Vengeance dengan harapan adegan fightnya – bukan ceritanya kan? Untuk yang satu ini Blood Vengeance juga tidak seratus persen berhasil. (SPOILER) Pertarungan tiga sisi antara Jin, Heihachi, dan Kazuya memang menarik untuk disimak begitu juga dengan brawl antara dua vixen bersaudara Anna dan Nina. Toh di luar kedua pertempuran itu kebanyakan sisanya tidak memorable. Pertempuran klimaks antara Jin dan Kazuya dalam wujud Devil mereka malahan membuatku geleng-geleng sekaligus mengantuk. Kok malah seperti film Devilman begini? Lebih bikin pusing lagi saat Heihachi mendadak saja mengendalikan para Mokujin dan menjadi raksasa. Hah? Apakah animasinya keren? Tergantung dari apakah kalian suka animasi sempurna atau tidak. Saya pribadi tidak terlalu suka dengan animasi orang yang terlalu ‘sempurna’. Sosok-sosok ‘sempurna’ (biasanya garapan orang Square Enix, Capcom dan Namco) ini malahan membuat mereka terasa kurang manusiawi.
So my verdict is… jalan cerita yang ruwet membuat Tekken: Blood Vengeance ini mustahil disimak oleh para penonton baru. Kualitas animasinya terlihat keren bila dilihat sepintas lalu tetapi kalau ditelaah lebih jauh terlihat pergerakan-pergerakan yang kaku dan tidak manusiawi. Yah, film ini memang dibuat oleh Bandai Namco untuk para pecinta serial fighting Tekken. Dan sepertinya halnya film animasi berdasar game macam Resident Evil: Degeneration dan Final Fantasy VII: Advent Children, sulit membayangkan pasar umum bisa menikmati Tekken: Blood Vengeance ini.
Score: C-
Movie Details
Director: Youichi Mori
Cast: Maaya Sakamoto, Yuki Matsuoka, Mamoru Miyano
Running Time: 98 Minutes
sumber: http://tukangreview.com/2011/11/tekken-blood-vengeance/
No comments:
Post a Comment