Sunday, December 16, 2012

Gugun Blues Shelter

Editor's note: Gue pertama kali dengerin band funky blues ini saat gue lagi sibuk modus sama seorang cewek. Gue yang waktu itu demen banget hal yang berbau funky akhirnya sangat penasaran sama band yang main lagu ini. Ketika gue ngapelin dia di rumahnya lagu itu disetel sama kakaknya lagi, dan gue gak buang-buang waktu mengingat lagi judulnya, On The Road Again. Adapun format artikel ini adalah kompilasi dari beberapa artikel yang kita kumpulkan di internet. Mari kta tinggalkan sejenak lingkaran anak-anak muda generasi Thirteen, dkk dengan membahas GBS. Enjoy! :D



Ketika Blues Lebih Remaja August 19, 2010 

Ini hasil wawancara dengan Gugun Blues Shelter di salah satu ruang kelas sebelum tampil dalam pentas seni yang diadakan oleh SMA 2 Yogyakarta, Sabtu, 7 Agustus 2010.

GUGUN BLUES SHELTER bisa jadi merupakan trio blues rocker yang sedang mengkilap namanya dalam scene musik tanah air saat ini. Mereka telah melalang buana di beberapa festival di luar negeri, seperti Colne Blues Festival, Skegness Rock & Blues Festival, hingga Belfast Blues and Jazz Festival di Inggris. Walau minim apresiasi dari kalangan mainstream dalam negeri, namun sangat dipuji dan digemari di luar negeri.

Gugun Blues Shelter terbentuk tahun 2004. Sempat ganti nama dari Gugun and The Blues Bug, terdiri dari vokalis/gitaris Gugun, pemain bas Jonathan Armstrong alias Jono yang berkebangsaan Inggris, dan pemain drum Aditya Wibowo atau Bowie. Sabtu lalu (7/8), trio ini main di pentas seni sebuah sekolah menengah atas Yogyakarta.

Gugun Blues Shelter ketika tampil di pentas seni SMA 2 Yogyakarta, Sabtu (7/8). Mereka menjadi headliner dan disambut meriah penonton yang sebagian besar pelajar SMA
Walau telah tampil di berbagai festival luar negeri dan festival kelas wahid seperti Jak Jazz atau Java Jazz di Indonesia, Gugun Blues Shelter tidak segan memenuhi undangan pentas seni sekolah. Mereka punya misi untuk “memudakan” musik blues yang selama ini identik dengan orang tua.

“Sebenarnya kita ga memilih untuk main di mananya. Sebelum kita main di pensi, kita main di cafe-cafe di Jakarta. Ternyata banyak juga penggemar kita anak-anak sekolahan. Mereka suka, jadi kalau mereka undang gini, kita main aja. Berarti paling tidak mereka sudah tahu musik kita,” terang Gugun.

“Bukan guru yang panggil, itu anak-anak sekolah yang panggil. Berarti musik kita mencapai tujuannya,” tambah Jono.

Penampilan Gugun Blues Shelter selama 45 menit membawakan sekitar 10 lagu di konser membakar animo anak-anak muda. Gugun dengan kemeja coklat yang sebagian kancingnya terbuka memainkan fret-fret gitarnya sambil bernyanyi. Influence Gugun dalam bermusik mengacu pada Jimi Hendrix, Led Zeppelin, Stevie Wonder, Lenny Kravitz, James Brown dan pendekar blues lainnya. Dia tampil impresif.

Jono, mungkin menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton. Dia serba merah malam itu, dari topi kupluk, kaca mata, celana training hingga kaos bertulis Indonesia dengan lambang Burung Garuda di dada. Bule ini sangat atraktif di panggung, berjalan dan berloncatan ke sana-sini. Namanya sering diteriaki penonton. Dia membalas, “hatur nuwun, Alhamdulillah.” Atau yang lebih absurd ketika kembang api menyala, “tepuk tangan untuk kembang api,” katanya. Kontan penonton tertawa menyaksikan aksi Jono. Di akhir pentas Jono bahkan mengucapkan selamat berpuasa kepada penonton.

Gugun, musisi perantauan dari Duri, Riau. Selepas SMA tahun 1994 ia hijrah ke Jakarta, dengan niat bermain musik di ibukota.
Tahun 2004 Jono pernah bekerja sebagai pengajar bahasa Inggris di Jakarta. Dia hampir kena bom di kedubes Australia. Ceritanya, dia telat kerja, karena macet dia berangkat dengan ojek. Di jalan Jono mendengar bunyi seperti geluduk. Sampai jalan Casablanca, dia melihat asap. Putar balik sampai Rasuna Said orang sudah ramai lari ke sana sini. Jono melihat ada yang berdarah. Lalu dia bertemu salah seorang teman dan disuruh pulang. Pulang ke rumah, dari televisi Jono baru tahu telah terjadi peristiwa bom meledak. Setelah itu dia ke rumah Gugun dan mencipta lagu, yang berjudul On The Run.

Bowie, pernah lima tahun di Jogja. Dia kuliah jurusan komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Semasa kuliah dia memulai karir musiknya dengan menjadi pemain drum GAMA Band yang merupakan bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Power Bowie menghantam drum sangat bertenaga, tidak jarang teknisi bolak-balik memperbaiki letak set drumnya yang terus bergerak.

Hingga saat ini Gugun Blues Shelter lewat musik blues rock modern berwarna funk, sudah menghasilkan beberapa album. Get The Bug (2004), Turn It On (2006), Set My Soul on Fire (2009) yang belum sempat dirilis, karena ada masalah dengan label tempat mereka bernaung. Belum lama ini mereka mengeluarkan album Gugun Blues Shelter.



“Album ini ada sembilan lagu. Rekam seminggu tapi untuk proses proses mixing dan mastering total ada 6 minggu. Dari awal sampai kita packagging dan menjual,” kata Gugun.

“Sistim album kita jamming, tapi kalau lirik kebanyakan dari Gugun dan Jon,” tambah Bowie.

Bowie, selama kuliah di Yogyakarta pernah menjadi pemain drum Next of Skin.
Mereka mengedarkan album secara indie dengan menggandeng sebuah rumah produksi musik. Sebagai band indie dan bukan kalangan musik mainstream, mungkin jarang bisa melihat Gugun Blues Shelter di televisi.

“Kalo kita maunya TV ngeliput kita. Bukan kita datang ke TV. Memang ga ada salahnya juga kalo kita datang ke TV, eh liput gw dong. Cuma kalo bisa orang TV yang datang ke kita, ini kan lain? Jadi, memang mereka butuh kita untuk diliput gitu,” kata Gugun.

Gugun memberikan penilaian terhadap industri musik Indonesia saat ini. Menurutnya, banyak musisi Indonesia yang bagus-bagus, baik musisi mainstream atau indie. Cuma, musisi Indonesia terlalu cepat puas.

“Besar di sini, ga mau coba besar di luar. Orang bilang istilahnya go international lah. Musisi di sini juga banyak aneh-aneh musiknya. Bisa diperhitungkan. Cuma karena di Indonesia sendiri mereka udah main musik terus udah jadi selebritis, mereka udah puas. Secara materi gitu lo. Padahal kalo dipikir-pikir materinya gitu-gitu aja,” tambah Gugun.

Mungkin hal ini yang membuat tekad mereka untuk mencoba terus eksis main di luar negeri. Jono menambahkan dengan musik mereka ingin memberi tahu orang-orang bahwa di Indonesia banyak musisi yang berkualitas. Jika dilihat, mereka punya tujuan bermusik dengan dasar nasionalisme juga.

“Kalo waktu sekolah saya tidak tahu Indonesia dimana. Bali tahu nama, tapi ga tau dimana, saya pikir di Karibia, di dekat Jamaika sana. Kalau saya ga ke sini, mungkin saya masih berpikiran seperti itu,” kata Jono. Dia akhirnya tahu Indonesia setelah bekerja setahun di Australia.

Di dunia indie pun Gugun Blues Shelter ingin menampilkan sesuatu yang beda dan lain. Mereka harus bekerja keras untuk menarik perhatian kalangan penikmat musik untuk aware dengan blues.


Jonathan Armstrong alias Jono, warga negara Inggris yang beristrikan wanita Aceh. Ia lahir 30 tahun lalu di Durham, Inggris dan awal 2000 melancong ke Aceh.
Padahal blues, menurut istilah Jono adalah the root of modern music. Akar dari semua musik modern sekarang. Tidak ada musik sekarang yang tidak ada hubungannya dengan blues. Mulai dari rock, pop, funk, jazz, hip-hop, R&B, hingga dangdut juga ada blues-bluesnya.

Jono bahkan menyanyikan sebuah lagu dangdut yang sedang naik daun, Keong Racun. Tentu dengan aksen bulenya.

“Sori-sori Mas aku bukan jablai mu,” yang langsung disambut riuh tawa Bowie dan Gugun.



[Uncluster/Interview] —Tercatat sebagai satu-satunya band bergenre blues asal Asia yang tampil dalam sebuah festival yang digelar di daerah East Midlands Inggris, band asal ibukota yang dulu dikenal sebagai Gugun & The Blues Bugs ini digawangi oleh tiga orang personil yang di antaranya adalah Muhammad Gunawan (Gugun) pada gitar dan vokal, Adityo Wibowo/Bowie pada drum dan satu-satunya personil berkebangsaan Inggris yang lahir di Durham, John Armstrong (Jono) pada bass.

Untuk kategori blues sendiri Gugun And The Blues Shelter mungkin bisa dibilang cukup produktif dalam merilis karya mereka yang sudah dimulai sejak tahun 1999 lewat "De Gun yang dilanjutkan oleh keterlibatan mereka di tahun 2004 pada ‘Gitar Klinik 2′ lewat karya "Jalan Dua Arah", lalu album "Get The Bug" di tahun 2004, dan "Turn It On" pada 2007, serta OST Laskar Pelangi di tahun 2008 lewat nomor mereka "Mengejar Harapan" sampai "Set My Soul on Fire” yang dirilis pada 2009.

Gugun cukup sering memperkenalkan Indonesia ke berbagai negara melauli karyanya. Jadi sepertinya respon, support dan apresiasi dari semua pecinta musik tanah air sudah selayaknya diberikan terhadap mereka. Untuk kunjungan mereka ke Bandung kami dapatkan informasi dari Bandung Blues Society dan interview ini dilakukan ketika Gugun And The Blues Shelter melakukan kunjungan ke Radio Mara yang bertempat di kawasan Buah Batu, berikut intervieew kami.

Bagi kalian apa yang terlihat sangat berbeda dari penonton blues di tanah air dengan penonton yang kalian temui di beberapa negara yang pernah dikunjungi?
Gugun: Dance!! Penonton di luar itu lebih dance, lebih ekspresif dan mereka benar-benar tidak peduli dengan keadaan sekeliling, sehingga blues yang kita mainkan sepertinya menjadi musik dance bagi mereka.

Bedanya dengan di sini?
Gugun: Saya melihat kalau disini penontonnya lebih menyimak saja, tetapi saya rasa baru baru ini pun penonton di sini sudah mulai seperti ekspresif itu.

Ada sesuatu yang khusus yang kalian dapatkan dari penonton yang ekspresif?
Gugun: Jelas ada, itu memberikan feed back yang bagus bagi kita.
Bowie: Dan membuat kita lebih percaya diri dan semakin gila saat bermain

Punya masukan bagi band Bandung  yang bergenre blues?
Gugun: Mungkin lebih ke album aja ya, karena saya melihat band di sini itu jarang sekali merilis album, padahal kalau dilihat pergerakan musik blues disini itu sangat enak sekali ya, dukungan banyak, scene-nya bagus, hanya saja jarang sekali rilisan album, padahal itu sangat bagus untuk pembuktian jika genre ini benar-benar ada, dan kalau bisa jangan hanya kompilasi saja.

Jika ditawari berkolaborasi dengan musisi lokal, Anda memilih dengan siapa?
Gugun: Mungkin Ahmad Dhani ya hahahaha..

Kenapa Ahmad Dhani?
Gugun: Karena dia pernah berencana membuat album blues dengan alasan sangat jarang sekali rilisan blues di tanah air, tetapi saya beranggapan dia belum tahu saja dan sebagai musisi saya kira dia punya karakter yang bagus untuk diajak kolaborasi.

Ceritakan sedikit bagaimana Anda bisa terlibat dalam OST Laskar Pelangi?
Gugun: Awalnya Mira Lesmana sebagai sutradara nyari band dengan kategori berbeda untuk soundtrack filmnya, dan kebetulan anaknya Mira itu suka dengan Gugun And The Blues Shelter dan memperdengarkan karya kami "Mengejar Harapan yang kebetulan sudah menjadi master saat itu, dengan lirik dan musik yang beda, ballad tetapi dengan karakter blues-nya yang kuat, akhirnya salah satu karya kami masuk sebaga original soundtrack.

Seberapa penting sebuah video klip buat kalian?
Bowie: Itu tergantung ya, misalnya kalau buat promosi dan dokumentasi itu penting buat kami.
Jono: Juga buat evaluasi sebuah video penting sekali.

Untuk  Gugun And The Blues Shelter sendiri kira-kira ada satu lagu blues yang menurut kalian benar benar mewakili perasaan, sikap atau apapun dari kalian?
Gugun: Kalau saya pribadi sih freedom ya dari Jimmy Hendrix.
Bowie: Karena Jakarta macet saya suka ‘Crosstown Traffic’ dari Jimmy Hendrix.

Band lokal yang paling kalian sukai dan apa alasannya?
Bowie: Endah N Resha, mereka asik benget maennya.

Promo yang paling efektif untuk musik kalian?
Gugun: Promo yang efektif untuk sekarang menurut saya online ya, internet, lihat aja di sekeliling orang orang sudah banyak yang pakai ‘Blackberry’ hahaha, karena kalau televisi rasanya sudah dikuasai dan dimonopoli oleh major kecuali TV lokal ya, yang memang masih mau menerima untuk memutar video dari banyak band seperti kami ini.

Ada obsesi (dalam konteks karya) yang belum terpenuhi?
Bowie: Obsesi kita sekarang adalah membuat DVD dokumenter sama live ya, segalanya sudah siap, hanya saja kita belum bertemu dengan orang yang benar-benar bisa menangani ini.

Ada kritik atau masukan dari kalian untuk media berkonten musik seperti kami?
Jono: Harus sering pakai sendal jepit !
Bowie: Ya harus merakyat lah, jangan mengangkat band atau musik yang itu itu lagi dan harus memberi tempat buat yang lain juga, biar ada pilihan lain buat penikmat musik di tanah air.



KapanLagi.com

Sukses dengan album GET THE BUG tahun 2004 dan TURN IT ON tahun 2006, Muhammad Gunawan (Gugun), punggawa Gugun and The Bluesbug kembali ke kancah musik tanah air. Menggandeng John Armstrong (Jono) dan Aditya Wibowo (Bowie), Gugun memperkenalkan formasi terakhirnya ini dengan nama Gugun Blues Shelter. Dalam album yang berisi 9 lagu tersebut, Gugun Blues Shelter memilih When I See You Again sebagai single pertamanya

Gugun Blues Shelter juga tampil di klub ternama di Inggris The Monto Water Rats London, yang menjadi penampilan debut kelompok musik Inggris Oasis di tahun 1994 dan juga tempat mangung pertama Bob Dylan waktu melakukan lawatan ke Inggris tahun 1962. Gugun mengebrak panggung Monto Water Rats dengan membawakan lagu-lagu yaitu Whiskey Woman, On The Run, Turn it on, Good Thing and Bad Thing, When I See You Again.



GitarPlus 

Tak ada yang bisa menghentikan laju Gugun Blues Shelter sekarang. Setelah menjadi trio rock-blues paling berpengaruh di Tanah Air, kini grup yang baru saja merilis album “Satu Untuk Berbagi” (Off The Records) ini berhasil memenangkan ajang kompetisi “Global Battle Of The Bands” di jenjang Internasional dan berhak tampil di panggung utama Hard Rock Calling 2011, yang berlangsung di Hyde Park, London, Inggris, berbagi panggung dengan legenda musik dunia seperti Rod Stewart dan Bon Jovi, juga dengan Train, Adam Ant dan Stevie Nicks. Rod Stewart dan Bon Jovi, juga dengan Train, Adam Ant dan Stevie Nicks.

“Kami udah siap banget main di sana!” cetus Muhammad “Gugun” Gunawan, vokalis dan gitaris Gugun Blues Shelter kepada GitarPlus yang menemuinya sore itu, di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan. Saat itu, Gugun yang didampingi John “Jono” Armstrong (bass) serta Aditya “Bowie” Wibowo (dram) sebenarnya baru saja kembali dari Inggris, setelah menggelar tur mini, 17 hingga 21 Mei 2011 lalu. Kepenatan mereka belum hilang, dan kini – saat hasil wawancara ini ditulis – Gugun dkk kembali bersiap-siap terbang ke Inggris untuk tampil di Hard Rock Calling 2011. Jika sesuai rencana, mereka akan tampil di hari ketiga, Minggu, 26 Juni 2011 waktu setempat. Lalu, September 2011 mendatang, Gugun Blues Shelter kembali akan mengunjungi Inggris untuk menggelar tur. Luar biasa!



Jurnallica

Batal menjadi ben pembuka BON JOVI, ben blues-rock Indonesia GUGUN BLUES SHELTER tetap mencatat sejarah tersendiri bagi kisah skena musik tanah air dengan tampilnya di Festival HardRock Calling 2011 di Hyde Park, London. Alih-alih menyebut mereka telah mengharumkan nama bangsa. Padahal tak ada misi kenegaraan yang dibawa sama sekali. “Mau nyanyi ‘Indonesia Raya’, orang ga akan gubris kalau bir sudah di tangan,” cetus sang dramer Bowie.

Wawancara dengan Gugun, Jono, Bowie

Ceritakan kesan Gugun Blues Shelter (GBS) tampil di HardRock Calling 2011? Dan bagaimana respon penonton di sana?

Gugun (G): Kesannya, yang jelas kita seneng banget bisa main di acara sebesar itu. Dan itu adalah festival dunia dengan ben-ben terkenal (ada Bon Jovi, Rod Stewart, The Killers, dll) dan banyak juga legend-legend di situ. Kita bisa maen satu panggung dengan mereka suatu prestasi buat kita.

Responnya, mungkin mereka yang nonton itu 100% seneng. Soalnya, selama 3 hari di festival itu musik yang kita bawain adalah musik original kita, yang ga ada yang mirip di line-ups dari 3 hari itu. Ya, kita dapat semacam pujian lah; “Wah! Ben terbaik selama berapa hari yang mereka lihat.” Ya itu sebuah penghargaan yang cukup bagus. Ya, kita seneng banget.


Kalau dipikir-pikir lucu juga ya… GBS bisa main di event inti Hard Rock. Padahal dulu kalian adalah ben yang pernah ditolak café tersebut. [Belum selesai bertanya, Bowie langsung menyambar]

Bowie (B): Itu membuktikan kalau Tuhan itu ada. [Gugun cengengesan melihat Bowie] Jadi, kita seneng ketika Gugun sama Jon mulai dulu ditolak di café-café atau di radio/majalah. Media juga males wawancarain karena “Ah! Ini ben cuma biasa-biasa aja, ga ada something special.” Tapi sekarang kita dikejar. (Bukannya kita belagu, tapi emang lagi hangat.) Dan mereka sebenarnya ngga sadar, mungkin dulu mereka tidak memperhitungkan kita sebagai berita.

G: Ada mungkin sedikit rasa gengsi ya... “Wah, gila! Ini kan ben yang gw tolak dulu.” Masih ada sedikit rasa-rasa kaya gitu.


Jadi, sekarang kalian memandangnya bagaimana... Apa ini semacam pembuktian?

G: Kita tidak bermaksud untuk membuktikan kepada mereka, sebenarnya. Bahwa kita tidak main-main di dunia musik. Yaa, masih banyak juga sih yang sedikit alergi. Agak-agak gengsi lah... Ya, tapi biarin.


Bowie pernah bilang, yang terpenting tampil di HRC adalah bukan mainnya tapi bisa bertemu significant others di backstage. Sejauh ini, apakah sudah ada negosiasi dengan “orang-orang penting” di belakang panggung?

B: Ada banyak. Cuma, ternyata pada saat di belakang panggung (di backstage/VIP room) itu, orang-orang di sana itu tidak semudah (bertemu) yang kita bayangkan. Kita ketemu satu orang (cewe), namanya Felix. Good looking. Taunya kerja di Atlantic Records. Artis yang dibawa sama dia Rumer. Ya, dia minta kontak & cd kita, tapi belum ada respon. Kita juga ketemu Hello! Magazine (semacam Cek & Ricek kalau di Indonesia), mereka juga suka, memberi kita pujian. Trus, orang-orang dari radio Kolombia. Mereka pengen ngundang kita main di Kolombia. Seneng banget, muji-muji terus.


Yang cukup miris, sebenarnya banyak anak bangsa berprestasi sampai ke luar tapi tidak mendapat sokongan dari pemerintah. Menurut kalian, apa peran pemerintah tidak penting di bidang musik ini?

G: Kalau menurut gw, jujur, pemerintah ga usah mendukung... Maksudnya, lebih baik pemerintah memikirkan orang yang kelaperan. Yang tidak berpendidikan masih banyak kok orang Indonesia kaya gitu. Jadi, mereka mendukung kita dari segi moril aja. Bahwa di Indonesia ini ada budaya populer.

Jono (J): Tapi mereka bisa support kasih gampang visa. Ngga usah di-duitin. Dipermudah secara psikologis. Kalau mau main di Amerika kan susah.

G: Jadi, cuma mempermudah itu aja. Tidak perlu mengeluarkan duit. Kita berpikir, duit dikeluarin mendingan buat orang-orang susah aja.

Sebenarnya awal-awalnya juga “Aduh! Ngapain ya?” Tapi beberapa temen, media, dan orang-orang di pemerintahan (bilang) “Gun! Lu coba deh ke pemerintah minta support, bla-bla-bla…” Ya, kita ga tau mau kemana. Tapi pas kita masukin, tidak ada respon sama sekali. Yaa percuma dong kemaren-kemaren kita jalan, buang-buang waktu.

Selama ini kita melakukan tur ke luar (negri), terutama ke Inggris, itu kita pake dana pribadi. Dulu kita punya agent. Trus, kalo kita main di Singapura, Malaysia, ya itu kita memang diundang.


Buat Jono, di panggung HRC '11 Anda mengenakan kostum Soekarno. Apa yang memotivasi Anda untuk memakai kostum tersebut?

J: Satu, gw mau pake kostum yang agak aneh biar tarik perhatian media/ fotografer di sana. Cari sensasi. Kedua, ga pernah ada yang make kostum Bung Karno di Hyde Park, ya?! Ketiga, tahun ini, hubungan Indonesia sama Inggris sudah 200 tahun. Tepatnya kita main di sana.


Tapi, kalau Anda sendiri mengenal/tau sosok Soekarno itu?

J: [Nampak kebingungan] Iya, saya pelajari sedikit. Dia orangnya hebat.


Banyak yang mengira Jono itu lebih nasionalis dibanding 2 personil GBS lainnya. Apa yang membuat Anda bangga/cinta dengan Indonesia? Atau (mungkin) ini trik untuk menarik simpatik publik?

J: Ya, karena pake kostum doang, mungkin. Itu faktor X [Tertawa]. Gw ga tau kenapa betah sekali di sini. Tapi, yang pasti, cuaca bagus, makanan enak, orangnya ramah. Dan lebih bebas di sini dibanding negara-negara lain. Kalau kita ke negara lain di Asia, itu orangnya ga seramah di sini. Kalo kita ke negara Barat, ada aja peraturan ini-itu.


Belum lama ini GBS merilis album baru, “Satu Untuk Berbagi” yang mulai berbahasa Indonesia. Adakah kesulitan dengan pembawaan lirik-lirik lokal? Apa yang membedakan dengan album lain?

G: Sebenarnya sih ga ada. Soalnya lagu itu udah ada dari awal-awal 2000. Gw cuma ingin memecahkan persoalan, selama ini orang berpikir (bahwa) ben indie atau ben yang mengusung blues/rock itu susah membawakan lirik-lirik Indonesia, ternyata engga. Tergantung tema apa yang kita angkat. Jadi, bahasa Indonesia atau Inggris di musik yang kita bawa itu ngga ada kesulitan.


Banyak ben/musisi lokal memakai lirik Inggris dengan alasan bisa go international, tapi kalian lebih memilih bahasa Indonesia. Apa hal tersebut biar GBS lebih “memasyarakat”?

G: Go international udah masuk kubur [Tertawa]... Gini, ceritanya album pertama itu full bahasa Inggris, album kedua ada 3 lagu bahasa Indonesia, album ketiga full bahasa Inggris semua. Nah, selama perjalanan itu kita tuh cuma berhayal aja (“Aduh! Kita udah bikin kaya gini”). Memang dari awalnya bukan untuk marketnya di sini. Gw ama John maunya ke luar, ngga di Indonesia. Akhirnya, setelah merilis album Gugun & The Bluesbug, ternyata ada respon dari label di Amerika. Mereka mau jadi produser, ambil lagu-lagu kita. Dibayar. Ok, kita ngga mikir panjang lah karena ada nominal di sini. Berarti label di sana lebih cepat kerjanya.

Setelah kita berpikir, kita ngga bisa mati konyol juga di sini. Karena dulu gw juga udah bikin konten bahasa Indonesia. Kita belum berbuat apa-apa lho di Indonesia ini.

B: Gini... Setinggi-tingginya elo terbang, elo harus inget darimana elo berasal. Itu pesan kita kepada semua ben yang berkoar-koar go international. Sebagus-bagusnya mereka main musik, selaku-lakunya mereka buat rekaman, jangan pernah lo lupa sama Indonesia. Maksudnya, buat karya yang bagus buat Indonesia, biar nanti lo lebih enak.


Kenapa kalian tidak coba merilis album ini dengan label Mayor (biar lebih mainstream)? Seperti kita tau, label Mayor di sini kan selalu telat. Kalau ada musisi-musisi indie yang berprestasi dulu, baru mereka mau rilis albumnya.

B: Bukan ga tertarik... Tapi, buat apa kita sign/kontrak sama Major label tapi kalau kerjaan mereka udah kita kerjain semua. Kecuali kalau dia dateng dengan proposal; “Gw bisa buat ben lo kaya gini... Ini hal-hal yang ga bisa lo lakuin. Lo bisa main di tv 10 kali dalam sebulan. Lu bisa beli BMW. Lu bisa beli rumah ato macem-macem.” Gimana caranya gw ada di proposal ini, gw mau. Tapi kalo mereka cuman mau ngedarin album kita di toko-toko musik gitu kita juga udah.

G: Treatment-nya harus beda. Ok, major label di sini tidak bisa meng-treat ben ini, tapi ben-ben yang ada sering di TV. Gw ga mau juga musik kita ini muncul, muncul, muncul dan akhirnya musik ini jadi murah. Trus kita ngejual cd-nya di toko-toko besar. Jadi, orang pengen mencari musik yang berkualitas di toko berkualitas juga. Bukan di lapak.


Ada rencana untuk tur promo album ini? Atau mungkin untuk promo ke negara-negara luar?

G: Ada. Sehabis lebaran. Awalnya, kita di Jakarta dulu. Kebetulan ada yang menggandeng kita. Paling ya masih Jawa aja lah…


Selain “Satu Untuk Berbagi”, GBS juga merilis album di Amerika dengan nama Gugun Power Trio. Apa itu tidak menyulitkan identitas grup ini? Memakai nama baru kan seperti mulai dari nol.

G: Kita udah konsultasi dari labelnya, kita bilang udah cukup populer dengan nama Gugun Blues Shelter. Cuma mereka bilang... [Terdiam] Yah, mereka lebih tau pasar di Amerika itu apa. Kalau di Inggris kita ngga ada masalah sama sekali. (Arti) “Shelter” itu antara Amerika dengan Inggris beda artinya. Ya, Jon?

B: Ga ada masalah kalau Gugun-nya masih ada. [Tertawa]


Kalian termasuk produktif ya dalam merilis lagu. Seberapa sulit sih buat kalian dalam membuat lagu?

G: Kalau orang bilang seberapa sulit? Tidak ada yang sulit sih sebenarnya. Dalam sebulan kita merekam 25 lagu. Kita di studio itu dari pagi sampai pagi lagi, selama 3 hari. Tiga hari berikutnya, kita istirahat. Jadi, dalam satu hari satu malam itu kita bisa merekam sampai 8 lagu.


Berarti udah punya materi baru lagi dong?

G: Ada, di sini. [Sambil menunjuk otak] Hehehe.

J: Di memory card.


Buat Jono & Bowie, Gugun itu termasuk orang yang otoriter ga dalam ben?

B: Ngga, ngga... Dia ngerti ben ini mau dibawa kemana tapi sebatas itu, konsep & ide. Kalau dalam ruang gerak kita berkreasi (kaya proses kreatif di studio) sama apa yang mau kita lakuin di luar, terserah. Maksudnya, orang yang sangat demokratis. Karena kita bertiga kompakan kalau elu mau main musik, atau di luar musik, atau lu mau ngapain-ngapain, bebas. Asal ngga ga ganggu ben. Jadi, ngga otoriter.

J: Essence is a key, bro.




Rolling Stone Indonesia

Jumat, 09/11/2012 19:35 WIB
Gugun Blues Shelter Siap Tur Konser Keliling Amerika Serikat

Akan tampil pula di klub bersejarah, Whisky A Go Go di Sunset Strip, Hollywood.
Oleh: Reno Nismara

Jakarta - Satu tahun telah berlalu sejak Gugun Blues Shelter merilis album studio keenam mereka, Solid Ground, di bawah label rekaman independen Amerika Serikat, Grooveyard Records. Kini vokalis dan gitaris Muhammad Gunawan, bassist Jon Armstrong, serta drummer Aditya Wibowo telah dipastikan akan menggelar tur Amerika Serikat bertajuk Solid Ground Tour Album 2012 mulai Selasa (13/11) mendatang.

Terbang Sabtu (10/11) esok, band yang di Amerika Serikat dikenal dengan nama Gugun Power Trio ini telah mengantongi tujuh tanggal konser yang masing-masing adalah di Reggie’s Music Joint, Chicago (13/11), The Southern, Charlotesville (15/11), Hard Rock Cafe, Washington (16/11), Whisky A Go Go, West Hollywood (17/11), Rockit Room, San Francisco (18/11), Nectar Lounge, Seattle (20/11), dan Hard Rock Cafe, New York City (21/11).

Selain itu, trio pengusung blues tersebut bersama The Riverbank Agency selaku agen Gugun Blues Shelter untuk tur ini masih bernegosiasi untuk menambah satu jadwal lagi berupa pentas musik di situs bergengsi Webster Hall – New York City. “Ada tiga promotor setempat yang masih rebutan untuk konser Gugun Blues Shelter di sana,” kata Mitra selaku pimpinan The Riverbank Agency pada konferensi pers yang diadakan di Rolling Stone Cafe, Jakarta pada Jumat (9/11) pagi tadi.

Salah satu klub malam istimewa dan bersejarah pada tur Gugun Blues Shelter kali ini adalah penampilan eksklusif mereka nantinya di Whisky A Go Go yang terletak di kawasan Mekah-nya glam rock pada dekade 80an, Sunset Strip, Hollywood. Klub yang dibuka pada tahun 1964 ini pernah menampilkan band-band rock legendaris dunia di awal karir mereka seperti The Doors (menjadi home band), Led Zeppelin, Alice Cooper, Pink Floyd, Black Sabbath, The Police, The Who, Van Halen, Motley Crue, hingga Oasis.

Pertemuan pertama Mitra dengan awak Gugun Blues Shelter sendiri terjadi pada gelaran Guinness Arthur’s Day 2011 saat grup musik tersebut bertindak sebagai pembuka penampilan The Script di Jakarta. Mitra juga mengungkapkan bahwa sudah ada beberapa jadwal penampilan tentatif Gugun Blues Shelter di Amerika Serikat untuk tahun depan.

Mengenai kinerja The Riverbank Agency, Gugun berujar: “Sejauh ini segalanya berjalan lancar, kerja mereka cepat, setiap ada tanggal konser yang sudah dipastikan mereka selalu laporan ke kami. Inginnya sih main di daerah Austin, Texas karena musik Gugun Blues Shelter berkiblat ke sana, namun tahun ini masih belum dapat. Semoga tahun depan.”

Untuk tur kali ini, Gugun Blues Shelter mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, yang pada konferensi pers diwakili oleh Liliek selaku Kepala Pengembangan Sub-Direktorat Musik.

Soal alasan kenapa pemerintah mau mendukung Gugun Blues Shelter, Liliek menunjuk para personel Gugun Blues Shelter sebagai alasan. “Mereka sendirilah yang membuat pantas dihargai dengan mencetak prestasi-prestasi membanggakan. Anak bangsa seperti ini pantas didukung, mendorong anak muda lain untuk turut berprestasi,” terangnya.

Jon menimpali, “Kami sangat berterima kasih sudah didukung kementerian. Indonesia punya banyak band bagus tapi dunia belum tahu. Indonesia nggak hanya musik gendang lho, ada juga yang modern dan bagus-bagus pula.”

Gugun pun menceritakan pengalamannya diwawancara oleh radio luar saat tampil di salah satu festival bergengsi Inggris, Hard Rock Calling 2011, yang mengambil tempat di Hyde Park, London.

“Orang radio itu bertanya kepada saya, ‘Kok kalian bisa sih membawakan lagu rock n’ roll? Kalian kan dari Indonesia dan negara kalian sedang kacau.’ Itu salah besar, dengan tur ini semoga kami bisa membuat berita tentang Indonesia jadi nggak negatif saja. Padahal dunia berkesenian di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta jauh lebih bergejolak dibanding, misalnya, tempat kami sempat menginap dulu, yaitu Blackburn, Inggris,” ujar Gugun lantang.

Dukungan dari pemerintah bisa dibilang menyegarkan sekaligus melegakan bagi pihak Gugun Blues Shelter, masih terekam di pikiran bagaimana mereka menyatakan kekecewaan kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang tidak memberi dukungan saat membawa nama Indonesia di panggung utama Hard Rock Calling 2011.

Ketika ditanya alasan kenapa kali ini kementerian memutuskan untuk mendukung Gugun Blues Shelter setelah sebelum-sebelumnya acuh, Liliek menjawab, “Bukan karena kritik yang pernah mereka lontarkan dulu, tapi mungkin ketika itu memang belum waktunya. Komunikasi kami memang belum nyambung, semoga ke depannya semakin nyambung.”

Sementara itu, dari sudut pandang Gugun Blues Shelter, Gugun menyatakan kalau ia dan Jon tidak pernah berpikir akan dapat bantuan pemerintah untuk urusan tur konser di luar negeri. Ia mengaku lebih berharap dari teman-teman dan penggemar dari Inggris Raya untuk menjamin bahwa Gugun Blues Shelter, mengutip perkataan Gugun, “benar-benar musisi dan bukan gembala sapi” sehingga bisa mendapat sponsorship.

“Sampai akhirnya media banyak yang tahu dan dan kami pikir pemerintah bisa membantu. Persyaratannya banyak, oleh karena itu kami sudah apply proposal dari satu tahun sebelumnya. Namun proposal itu nyasar entah ke mana sehingga membuat komunikasi nggak nyambung. Lama-lama kami berpengalaman dan proposal itu bisa diarahkan ke jalan yang benar dan juga dibarengi dengan prestasi Gugun Blues Shelter. Ternyata sekarang saatnya sangat tepat,” pungkas Gugun.



------------------------
Info baru tentang mereka bisa lihat disini http://blues-shelter.com/

No comments: